Senin, 26 September 2011

Asuhan Kebidanan Bayi baru lahir "Labioskizis dan palatoskizis"

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asuhan kebidanan adalah perawatan yang diberikan oleh bidan. Jadi asuhan kebidanan pada neonatus, bayi, dan balita adalah perawatan yang diberikan oleh bidan pada bayi baru lahir, bayi, dan balita. Neonatus, bayi, dan balita dengan kelainan bawaan adalah suatu penyimpangan yang dapat menyebabkan gangguan pada neonatus, bayi, dan balita apabila tidak diberikan asuhan yang tepat dan benar. Ada beberapa kelainan bawaan diantaranya adalah labioskizis, labiopalatoskizis, atresia esofagus, atersia rekti dan ani, obstruksi biliaris, omfalokel, hernia diafragmatika, atresia duodeni, meningokel, ensefalokel, hidrosefalus, fimosis, dan hipospadia. Salah satu kelainan bawaan yang akan di jelaskan lebih jauh disini adalah labioskizis dan labiopalatoskizis.

1.2 Tujuan
a.  Mengetahui salah satu kelainan bawaan yang terjadi pada Bayi Baru Lahir yaitu Labioskizis dan labiopalatosskizis
b.   Memahami asuhan yang diberikan pada neonatus dengan kelainan bawaan dan penatalaksanaannya.
c.   Merupakan salah satu tugas mata kuliah Asuhan Kebidanan Bayi Baru Lahir.


BAB II
ISI

2.1 Definisi
Labioskizis adalah kelainan congenital sumbing yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan prominen maksilaris dengan prominen nasalis medial yang dilikuti disrupsi kedua bibir, rahang dan palatum anterior. Sedangkan Palatoskizis adalah kelainan congenital sumbing akibat kegagalan fusi palatum pada garis tengah dan kegagalan fusi dengan septum nasi. (sumber : Asuhan Kebidanan Neonatu, Bayi, dan Anak Balita, 2010)
Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan deformitas daerah mulut berupa celah atau sumbing atau pembentukan yang kurang sempurna semasa perkembangan embrional di mana bibir atas bagian kanan dan bagian kiri tidak tumbuh bersatu. (sumber :   )
     
2.2 Klasifikasi
Jenis belahan pada labioskizis atau labiopalatoskizis dapat sangat bervariasi, bisa mengenai salah satu bagian atau semua bagian dari dasar cuping hidung, bibir, alveolus dan palatum durum, serta palatum molle. Suatu klasifikasi membagi struktur-struktur yang terkena menjadi beberapa bagian berikut.
  1. palatum primer meliputi bibir, dasar hidung, alveolus, dan palatum durum di belahan foramen insisivum.
  2. palatum sekunder meliputi palatum durum dan palatum molle posterior terhadap foramen.
  3. suatu belahan dapat mengenai salah satu atau keduanya, palatum primer dan palatum sekunder dan juga bisa berupa unilateral atau bilateral.
  4. terkadang terlihat suatu belahan submukosa. Dalam kasus ini mukosanya utuh dengan belahan mengenai tulang dan jaringan otot palatum.
2.3 Etiologi
            Penyebab terjadinya labioskizis dan labiopalatoskizis adalah sebagai berikut.
·         Kelainan-kelainan yang dapat menimbulkan hipoksia.
·         Obat-obatan yang dapat merusak sel muda (mengganggu mitosis), misalnya sitostatika dan radiasi.
·         Obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme, misalnya defisiensi vitamin B6, asam folat, dan vitamin C.
·         Faktor keturunan.
·         Syndrome atau malformasi yang disertai adanya sumbing bibir, sumbing palatum atau keduanya disebut kelompok syndrome cleft dan kelompok sumbing yang berdiri sendiri non syndromik clefts.
·         Beberapa syndromik cleft adalah sumbing yang terjadi pada kelainan kromosom (trysomit 13, 18 atau 21) mutasi genetik atau kejadian sumbing yang berhubungan dengan akibat toksikosis selama kehamilan (kecanduan alkohol, terapi fenitoin, infeksi rubella, sumbing yang ditemukan pada syndrome peirrerobin.
·         Penyebab non syndromik clefts dapat bersifat multifaktorial seperti masalah genetik dan pengaruh lingkungan.

2.4 Faktor Resiko
Angka kejadian kelalaian kongenital sekitar 1/700 kelahiran dan merupakan salah satu kelainan kongenital yang sering ditemukan, kelainan ini berwujud sebagai labioskizis disertai palatoskizis 50%, labioskizis saja 25% dan palatoskizis saja 25%. Pada 20% dari kelompok ini ditemukan adanya riwayat kelainan sumbing dalam keturunan. Kejadian ini mungkin disebabkan adanya faktor toksik dan lingkungan yang mempengaruhi gen pada periode fesi ke-2 belahan tersebut; pengaruh toksik terhadap fusi yang telah terjadi tidak akan memisahkan lagi belahan tersebut.

2.5 Patofisiologi
Labioskizis terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.



2.6 Risiko Kejadian Sumbing Pada Keluarga
           
Risiko sumbing pada anak berikutnya
Risiko labioskizis dengan atau tanpa palatoskizis (%)
Risiko palatoskizis (%)
- bila ditemukan satu anak  menderita sumbing


- Suami istri dan dalam keturunan tidak ada yang sumbing.
2-3
2
- dalam keturunan ada yang sumbing
4-9
3-7
- Bila ditemukan dua anak menderita sumbing
14
13
- salah satu orangtuanya menderita sumbing
12
13
- Kedua orangtuanya menderita sumbing.
30
20


2.7 Komplikasi
            Komplikasi yang bisa terjadi pada kelainan ini adalah :
·         Otitis media
·         Faringitis
·         Kekurangan gizi.
·         10% penderita palatoskizis akan Menderita masalah bicara, misalnya suara sengau.

2.8 Penatalaksanaan
1.      Pemberian ASI secara langsung dapat pula diupayakan jika ibu mempunyai refleks mengeluarkan air susu dengan baik yang mungkin dapat dicoba dengan sedikit menekan payudara.
2.      bila anak sukar mengisap sebaiknya gunakan botol peras (squeeze bottles). Untuk mengatasi gangguan mengisap, pakailah dot yang panjang dengan memeras botol maka susu dapat didorong jatuh di belakang mulut hingga dapat diisap. Jika anak tidak mau, berikan dengan cangkir dan sendok.
3.      dengan bantuan ortodontis dapat pula dibuat okulator untuk menutup sementara celah palatum agar memudahkan pemberian minum, dan sekaligus mengurangi deformitas palatum sebelum dapat dilakukan tindakan bedah.
4.      tindakan bedah, dengan kerja sama yang baik antara ahli bedah, ortodontis, dokter anak, dokter THT, serta ahli wicara.

2.9 Syarat Labioplasti (Rule of Ten)
·         umur 3 bulan atau > 10 minggu.
·         Berat badan kira-kira 4,5 kg/10 pon
·         Hemoglobin > 10 gram/dl
·         Hitung jenis leukosit < 10.000

2.10 Syarat Palatoplasti
Palatoskizis ini biasanya ditutup pada umur 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara, yang penting dalam operasi ini adalah harus memperbaiki lebih dulu bagian belakangnya agar anak bisa dioperasi umur 2 tahun. Untuk mencapai kesempurnaan suara, operasi dapat saja dilakukan berulang-ulang. Operasi dilakukan jika berat badan normal, penyakit lain tidak ada, serta memiliki kemampuan makan dan minum yang baik. Untuk mengetahui berhasil tidaknya operasi harus ditunggu sampai anak tersebut belajar bicara antara 1-2 th.
1. jika sengau harus dilakukan tetapi bicara (fisioterapi otot-otot bicara)
2. jika terapi bicara tidak berhasil dan suara tetap sengau, maka harus dilakukan faringoplasti saat anak berusia 8 tahun.

Faringoplasti ialah suatu pembebasan mukosa dan otot-otot yang kemudian didekatkan satu sama lain. Pada faringoplasti hubungan antara faring dan hidung dipersempit dengan membuat klep/memasang klep dari dinding belakang faring ke palatum molle. Tujuan pembedahan ini adalah untuk menyatukan celah segmen-segmen agar pembicaraan dapat dimengerti.
Perawatan yang dilakukan pasca dilakukannya faringoplasti adalah sebagai berikut.
·         menjaga agar garis-garis jahitan tetap bersih
·         bayi diberi makan atau minum dengan alat penetes dengan menahan kedua tangannya.
·         Makanan yang diberikan adalah makanan cair atau setengah cair atau bubur saring selama 3 minggu dengan menggunakan alat penetes atau sendok.
·         Kedua tangan penderita maupun alat permainan harus dijauhkan.

BAB 111
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
            Labioskizis dan labiopalatoskizis merupakan kelainan congenital atau bawaan yang terjadi akibat kegagalan fusi atau penyatuan frominem maksilaris dengan frominem medial yang diikuti disrupsi kedua bibir rahang dan palatum anterior. Masa krisis fusi tersebut terjadi sekitar minggu keenam pascakonsepsi. Sementara itu, palatoskizis terjadi akibat kegagalan fusi dengan septum nasi. Gangguan palatum durum dan palatum molle terjadi pada kehamilan minggu ke-7 sampai minggu ke-12.
            Penanganan yang dilakukan adalah dengan tindakan bedah efektif yang melibatkan beberapa disiplin ilmu untuk penanganan selanjutnya. Penutupan labioskizis biasanya dilakukan pada usia 3 bulan, sedangkan palatoskizis biasanya ditutup pada usia 9-12 bulan menjelang anak belajar bicara.

3.2 Saran
Untuk Labioskizis dan Labiopalatoskizis sangat penting diperlukan pendekatan kepada orang tua agar mereka mengetahui masalah tindakan yang diperlukan untuk perawatan anaknya.

DAFTAR PUSTAKA

Sudarti, M.Kes, Khoirunnisa Endang, SST.Keb, Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan Anak Balita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar